Google Search

Thursday, February 15, 2007

Pandangan Islam terhadap Valentine

Sebagian besar ulama Islam seperti Ibnu Qayyim dan Ibnu Taimiyah melarang umat Islam untuk ikut merayakan valentine. Menurut beliau, hari besar yang diharamkan untuk terlibat di dalamnya adalah semua jenis hari raya pemeluk agama lain selain Islam. Bahkan beliau meluaskan mengertiannya bahwa tidak hanya yang terkait dengan hari besar agama non Islam, tetapi hari raya apapun yang tidak ada dasarnya dalam Islam pun juga diharamkan untuk menjalankannya.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur'an surat AlKaafirun ayat 6 :
"Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.".

Islam tidak mengenal hari kasih sayang. Kasih sayang dalam Islam bersifat universal, tidak dibatasi waktu dan tempat dan tidak dibatasi oleh objek dan motif. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi Muhammad:
"Cintailah manusia seperti kamu mencintai dirimu sendiri." (H.R. Bukhari).

Islam sangat melarang keras untuk saling membenci dan bermusuhan, namun sangat menjunjung tinggi akan arti kasih sayang terhadap umat manusia. Rasulullah saw. bersabda :
"Janganlah kamu saling membenci, berdengki-dengkian, saling berpalingan, dan jadilah kamu sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara. Juga tidak dibolehkan seorang muslim meninggalkan (tidak bertegur sapa) terhadap sudaranya lewat tiga hari" HR. Muslim.

Kasih sayang dalam Islam diwujudkan dalam bentuk yang nyata seperti silaturahmi, menjenguk yang sakit, meringankan beban tetangga yang sedang ditinpa musibah, mendamaikan orang yang berselisih, mengajak kepada kebenaran (amar ma'ruf) dan mencegah dari perbuatan munkar.

Adapted by: Wikipedia Indonesia


2 comments:

Anang, yb said...

Tulisan yang bagus..
Sekadar nambahin: Meskipun perayaan valentine terkait dengan Santo Valentinus -tokoh katholik-, namun gereja katholik sama sekali tidak menempatkan perayaan valentine dalam kalender liturgi tahunan. Bahkan gereja katholik sama sekali tidak mengenal perayaan ini.
Jadi ulah siapa yang menyuburkan perayaan ini ? Kapitalis tentunya...

juangzu said...

KONSUMERISME: Pernik-pernik Valentine terpajang di gerai Pipiland, Mal Ciputra Semarang, dan gerai-gerai lain di berbagai mal dan kota besar. Pernik-pernik itulah yang dianggap ikut memicu peningkatan konsumerisme masyarakat. (48) - SM/Saroni Asikin

PADA sebuah website, disebutkan ada testamen yang ditulis Saint Valentine sesaat sebelum dihukum mati oleh Kaisar Claudius II di Roma, 14 Februari 269 M. Mengapa Valentine dihukum? Rupanya karena sang pastor tetap menyelenggarakan upacara pernikahan yang ketika itu dilarang Kaisar.

Larangan pernikahan atau lembaga perkawinan itu sendiri dimunculkan, karena dianggap mengganggu program Kaisar untuk memperbesar jumlah tentaranya. Inti testamen itu adalah "cinta tak bisa dimatikan": meski orangnya sudah mati.

Kendati ada beberapa versi mengenai sejarah Hari Valentine, keteguhan hati Sang Santo dalam memberi kasih-sayang kepada sesama --dengan risiko dihukum mati-- menjadi acuan paling pas untuk momentum Hari Kasih Sayang.

Bisa dipahami jika peringatan atas kematian Saint Valentine ini semula lebih merupakan ritus keagamaan. Tetapi sejak abad ke-16, aspek religiositasnya memudar. Apa pasal? Hari Velentine kemudian dihubungkan pula dengan pesta jamuan kasih sayang bangsa Romawi Kuno (disebut Lupercalia) yang jatuh pada tanggal 15 Februari.

Pada pesta itu, para pemuda desa selalu berkumpul pada medio Februari. Mereka menuliskan nama-nama gadis di desanya, dan meletakkannya ke dalam sebuah kotak. Setiap pemuda mengambil salah satu nama dari kotak tersebut.

Maka, gadis yang namanya terpilih itu akan menjadi kekasihnya sepanjang tahun. Pemuda itu pun mengirim sebuah kartu yang bertuliskan "Dengan nama Tuhan Ibu, saya kirimkan kepadamu kartu ini." Para pemuka Nasrani pada zaman-zaman itu mengalami kesulitan untuk mengubah tradisi tersebut. Akhirnya, diputuskan mengganti kalimat "Dengan nama Tuhan Ibu" menjadi "Dengan nama Pendeta Valentine", sehingga dapat mengikat para pemuda dengan ajaran Nasrani.

Catatan itu bisa menjadi sangat menarik ketika dalam perkembangannya, apa yang dilakukan para pemuda desa itu pun seolah-olah jadi acuan dalam perayaan Valentine, terutama di kalangan anak muda. Selain saling mengucapkan "Selamat Hari Valentine, mereka juga berkirim kartu dan bunga, saling curhat.

Ucapan sayang dan cinta tumpah-ruah ketika itu. Terkadang muncul pula tradisi deviatif berupa pertukaran pasangan. Ada juga opini bahwa Hari Valentine menjadi momentum paling afdol untuk mencari pasangan. Pesta perayaan, baik massal maupun sekadar berduaan dengan pasangannya, digelar. Tidak heran apabila Valentine sering pula disebut hari milik anak muda dengan segala atribut perayaannya.

Kontroversi

Tetapi, tidak bisa dimungkiri, perayaan Hari Valentine masih memunculkan kontroversi di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Satu pihak dengan teguh menganggap Valentine bagus dirayakan dengan pemaknaan Hari Kasing Sayang.

Pihak yang menentang menyebutnya sebagai bagian kebudayaan Barat, yang sama sekali tak sesuai dengan adat ketimuran.

Dari kalangan agama, khususnya Islam, muncul pula reaksi serupa. Sebagian menyebut Valentine tak pas dirayakan umat Islam, karena latar belakang historisnya yang lebih dekat ke kebudayaan Kristiani. Bahkan, orang Islam yang tidak sepakat menyebut perayaan Hari Valentine sebagai bid'ah, karena tidak ada dasar hukumnya dalam syariat Islam.

Bahkan, sebagian kalangan Kristiani pun ada yang tak sepakat dengan perayaan Valentine. Mereka menilai perayaan itu bukanlah ritus keagamaan, tapi aktivitas tradisi yang merujuk penyembahan berhala sebelum zaman Kristen. Yang jadi rujukan mereka adalah tradisi Pra-Kristen di Romawi yang memuja dua berhala: Nimrod dan Lupercalia.

Kontroversi itu masih terus terjadi, bahkan sampai sekarang. Tapi, haruskah kita terjebak pada perdebatan sesuatu yang kontoversial? "Peringatan apa pun, yang terbaik adalah menangkap esensi atau pesan dari peringatan itu sendiri. Kita agaknya lebih suka melihat sesuatu dari aspek seremonialnya tanpa menangkap esensi yang ada. Kalau itu dilakukan, sudah pasti ada perbenturan budaya yang melahirkan kontroversi yang sama sekali tak bermanfaat. Itu juga berlaku untuk Valentine," ujar Drs H Mohammad Adnan MA.

Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jateng itu menambahkan, apabila Valentine dimaknai sebagai Hari Kasih sayang, itu mengandung pesan agar di hari-hari selanjutnya kita bisa memberikan kasih-sayang pada sesama secara lebih baik. "Apalagi saya tak melihat itu bagian dari agama. Maksudnya, bukan ritus keagamaan. Jadi tangkap saja makna esensialnya."
KAPITALIS SEKULER BIANG KELADINYA
ZIONISME INTERNASIONAL DI BALIK ITU SEMUA